Perjalanan untuk bersyukur
Sore ini aku pergi ke sebuah desa di tepian laut utara pulau jawa. Desa ini terletak di sisi utara Kab. Demak, sekitar 30 menit dari rumahku yang berada di Demak kota. Sore ini aku ingin mengobati kerinduanku pada sunset, karena aku mulai lupa bagaiaman wujudnya. Aku pergi membawa DSLR Nikon dengan lensa fix 50 mm.
Lensa fix biasanya digunakan untuk fotografi life still, makro atau model. Lensa fix dengan ukuran 50 mm sangat jarang digunakan untuk fotografi landscape, termasuk untuk memotret sunset. Tapi aku tetap berangkat dengan bekal apa adanya karena masih berharap mendapatkan sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar foto.
Aku pergi membawa motor, melewati jalanan yang semakin lama semakin rusak. Jalanan yang dilewati pun tampak becek karena hujan. Di sisi kiri jalan terdapat sungai yang akan bermuara di laut. Sungai inilah yang menjadi jalan perahu para nelayan untuk bisa sampai di laut. Jika sedang tidak melaut maka perahu perahu tersebut akan tampak berjajar di pinggir sungai.
Di pinggir jalan terdapat warga yang sedang menjemur ikan asin. Selain itu juga banyak warga yang sedang membuat perahu di halaman rumahnya. Kebanyakan warga di sini sudah bisa membuat perahu sendiri. Jika kita mendekat ke tempat pembuatan perahu maka akan tercium aroma aneh yang cukup menyengat. Aroma tersebut berasal dari lem yang digunakan untuk merekatkan perahu.
Keadaan di sekitar sungai sangatlah kumuh. Banyak sampah yang tercecer di jalanan. Sampah yang sengaja dibuang masuk ke sungai juga tidak kalah banyak. Kebanyakan warga disini memang belum menyadari arti pentingnya kebersihan. Hal itulah yang membuat sungai ini semakin lama semakin menyempit.
Di jalanan juga terdapat kambing kambing yang berjuang keras untuk hidup. Kambing tersebut tampak sangat kotor dan tidak terawat. Kulit kambing tersebut tampak seperti sedang terkena virus. Yang pasti kambing tersebut tampak tidak sehat. Lingkungan yang kumuh menjadi salah satu penyebabnya.
Di pinggir jalan banyak anak anak kecil yang sedang bermain. Mereka tidak memakai alas kaki, rambutnya merah karena terlalu sering terkena panas. Mereka adalah objek yang sempurna untuk fotografi human interest, tapi aku tidak terlalu tega untuk mengabadikanya. Aku membiarkan satu demi satu moment terlewat. Otakku sedang tidak sinkron untuk menghasilkan sebuah foto. Aku masih berfikir tentang keadaan yang sedang mencoba berbicara padaku.
Aku duduk terdiam di muara sungai. Laut yang luas sudah sangat dekat di depanku. Aku melihat perahu perahu nelayan yang lewat. Anak anak muda sepertiku harus ikut berlayar ke laut. Aku tidak mengerti bagaimna cara mereka bisa berada di sekolah besok pagi.
Kebanyakan anak muda disini akan menikah dengan anak muda lain di desa ini. Sangat jarang anak muda yang bisa keluar dari desa dan menjadi orang orang sukses. Setelah menikah mereka akan berusaha membuat rumah di sekitar desa ini. Kemudian anak anak mereka harus kembali berjuang ke tengah laut. Begitulah seterusnya. Mereka tidak bisa sepenuhnya disalahkan, bagaimanapun keadaan ini sangat sulit untuk diingkari. Keadaan ini telah menciptakan budaya yang telah hidup turun temurun.
Aku pernah berfikir bagaimana jadinya jika aku dilahirkan di desa ini, mungkin sekarang aku sedang berada di tengah laut mencari ikan. Lingkungan akan menjadikanku manusia yang mempunyai cara berfikir mirip dengan kebanyakan orang yang hidup di sana. Mungkin membuang sampah sembarangan tidak akan menjadi penyesalan bagiku. Mungkin aku tak mempunyai banyak waktu untuk bermain guitar, bermain piano, menciptakan lagu, fotografi dan karya karya lainya.
Mungkin aku tidak akan tahu bagaimana cara membuat blog. Mungkin aku tidak akan mempunyai ambisi untuk membuat tulisan. Mungkin aku akan sangat sulit untuk bisa memperoleh gelar sarjana. Lingkungan dan budaya yang ada terlalu kuat menjerat. Hanya orang orang hebat yang bisa melepaskan diri menjadi orang besar.
Aku befikir untuk menyulap apa yang terlihat. Di jalanan tidak lagi ada sampah yang tercecer, Anak anak muda giat pergi ke sekolah, Kapal yang berangkat ke laut memiliki teknologi canggih. Ah, tapi bagaimana caranya. Mungkin tuhan memang menciptakan segala sesuatunya seperti itu agar kita bisa belajar banyak hal tentang kehiduapan.
Bukan
maksudku untuk meremehkan atau merendahkan. Aku hanya melihat dan
mendengar, kemudian berfikir, merasakan, menemukan
kejanggalan, mempelajari, kemudian menulisnya
Aku tidak paham tentang bagaimana cara tuhan bisa memilih kita untuk
terlahir dari rahim ibu kita yang sekarang. Kita dilahirkan di
lingkungan yang sangat mendukung untuk melangkah, kita sangat dekat
dengan orang orang hebat. Kita harus benar benar banyak bersyukur.
Perjalanan sore ini mengajarkanku untuk lebih bersyukur
"Aku tidak pernah melihat ke bawah, karena aku tidak pernah merasa ada di atas"
Tak perlu melihat ke atas atau ke bawah, lihatlah di sekitarmu !
Banyak hal yang masih harus kita pelajari,
Bannyak tanda tanya yang masih harus kita pecahkan,
Lhoh ?
Katanya mau cari foto ?
Fotonya mana ?
Entahlah bro, perjalanan ini telah berubah makna
SALAM LESTARI
1 komentar:
cerita di atas baru-baru ini sama saya rasakan, jujur tulisan ini saya baca hingga 3 kali dalam waktu yang sama, soalnya tulisan adriyan kali ini sangat ingin ku tulis ulang versi saya, semoga saya segera terinspirasi, soalnya di otak banyak ide tapi nulis nya lagi ga mood terus :(
Posting Komentar