"Karena yang terpenting bukan apa yang kita dapat dari dunia, tapi apa yang bisa kita beri pada dunia"
Tampilkan postingan dengan label Fotografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fotografi. Tampilkan semua postingan

Senyuman untuk sang fotografer

Bagiku kamera DSLR terlalu mahal jika hanya digunakan untuk dokumentasi sebuah acara. Kita bisa menggunakan kamera digital atau kamera lain yang lebih murah untuk mengabadikanya. Keunggulan kamera DSLR dengan kamera digital dan kamera lainya adalah pada segi pengaturanya. Pada kamera DSLR kita bisa mengatur segitiga Exposure semau kita. Kita bisa men set nilai ISO, Aperture dan Shutter Speed sesuai dengan pemikiran kita. Sedangkan pada kamera digital biasa kita tidak bisa merubah pengaturanya.

Untuk dokumentasi acara kita memang tidak memerlukan pengaturan kamera yang rumit sehingga kita tidak terlalu membutuhkan DSLR. DSLR hanya pantas digunakan untuk fotografi yang lebih rumit dan memerlukan pengaturan khusus dan kompleks seperti aliran fotografi landscape, still life, model dan lain sebagainya.

Singkat cerita aku tidak pernah menggunakan DSLR ku untuk dokumentasi. Kameraku selalu berada di dalam tas jika ada acara acara yang sebenarnya membutuhkan dokumentasi. Aku hanya beranggapan bahwa kamera digital biasa sudah cukup untuk mengabadikanya. Sebaliknya kameraku akan keluar dari tas jika aku melihat objek objek foto yang menarik seperti hewan langka, pemandangan indah, interaksi sosial yang aneh dan objek objek fotografi lainya.

Akhir pekan yang lalu aku menghadiri acara diklatsar SISPALA sebagai alumni. DSLR ku terus berada di dalam tas karena tidak tertarik untuk mengabadikan jalanya acara. Karena keadaan akhirnya DSLR ku keluar dari tas dan mengambil beberapa foto acara. Itupun karena terpaksa agar terlihat “normal” dimata alumni lainya. Mungkin mereka beranggapan bahwa aku sudah gila karena tidak mengeluarkan DSLR untuk mengabadikan momen momen penting pada waktu acara.

DSLR masih berada pada mode auto yang bagiku tidak ada perbedaanya dengan kamera digital. Karena ini acara diklatsar maka peserta yang kujadikan objek foto bergerak sangat cepat. Mereka berlari lari dari sini ke sana dan dari sana ke sini. Mereka sering bergerak mendadak mengikuti setiap intruksi para senior. Akibatnya aku merubah setelan kamera ke mode manual untuk mendapatkan gambar yang lebih hidup. Jika aku masih menggunakan mode auto maka semua gambar akan tampak blur atau akan terdapat banyak noise pada foto yang dihasilkan.

Tapi semua itu belum cukup, hingga akhirnya aku mengganti lensa kit dengan lensa fix. Terlalu panjang jika aku menjelaskan perbedaan lensa kit dan lensa fix. Tapi pada intinya foto yang dihasilkan dengan lensa fix akan lebih bagus tapi penggunaanya pun juga akan lebih sulit. Aku mulai melihat jalanya keadaan dari lensa. Aku mulai mendapatkan satu persatu foto yang terlihat sangat hidup.

Kini aku mulai menyadari satu hal, bahwa ternyata dokumentasi sebuah acara tetap memerlukan skill dan teknologi yang tinggi. Tanpa itu semua foto foto yang dihasilkan akan tampak mati. Kini aku selalu memandangi foto foto tersebut setiap waktu. Foto foto itu benar benar hidup. Aku tak peduli jika foto foto tersebut tampak tidak berguna dalam segi fotografi. Tapi dalam segi kehidupan foto foto tersebut sangat bermakna bagiku.

Kadang aku tak butuh penghargaan karena foto foto yang indah dan menawan. Aku tak butuh penghargaan untuk foto landscape, akbstrak, human interest dan aliran lainya. Aku hanya butuh senyuman dari orang orang yang sangat senang melihat wajahnya dalam bentuk yang aneh.

Mungkin mereka tak tahu betapa susahnya mengambil foto mereka saat itu. Tapi tak masalah karena ini adalah urusan sang fotografer dan kameranya. Aku hanya ingin mereka memandangi foto foto tersebut 5 tahun yang akan datang dan coba rasakan sensasinya. Foto itu sangat hidup, aku yakin meraka akan terseret ke dalam kenangan.




Dan saat foto itu bisa menghadirkan sebuah senyuman, maka senyuman itu adalah penghargaan terbesar bagiku

Inspirasi : Diklatsar angkatan 15 SWAPALA KALIJAGA

Nb : Semua foto di atas dihasilkan dengan lensa Fix Nikon 50 mm 1.8

SALAM LESTARI

Biar foto yang berbicara

Salah satu tujuan sebuah foto diciptakan adalah untuk menyampaikan sesuatu pada para penikmatnya. Untuk menyampaikan maksud tersebut sebuah foto harus dapat berbicara. Sebuah foto bisa menyampaikan berbagai informasi pada para penikmatnya. Ada foto yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan alam, biasanya aliran fotografi landscape. Ada foto yang diciptakan untuk menyampaikan cerita antar manusia, biasanya aliran fotografi human interest. Ada juga foto yang diciptakan hanya untuk memamerkan teknik yang digunakan dalam pembuatanya, seperti aliran fotografi fast shutter speed atau low shutter speed.

Foto yang bagus adalah foto yang dapat berbicara walaupun tidak terdapat judul fotonya. Dalam hal ini kita memang ingin menyampaikan maksud melalui sebuah foto, bukan melalui judulnya atau diskripsinya. Jika kita ingin menyampaikan maksud melalui judul foto atau diskripsinya maka sebenarnya foto itu tidak lagi diperlukan karena tanpa foto tersebut pembaca sudah tau tentang cerita dan maksud dari foto tersebut melalui diskripsinya.

Bukan berarti judul foto dan diskripsi foto itu tidak penting. Tapi sebagai juru foto harusnya kita mencoba menyampaikan makna menggunakan foto yang kita buat bukan melalui diskripsi fotonya. Jika kita mencoba menitik beratkan penyampaian makna foto menggunakan diskripsi maka kita lebih cocok disebut sebagai penulis daripada tukang foto. Oleh karena itu dalam penyampaian makna sebuah foto kita harus melakukanya melalui foto tersebut dan tidak terlalu tergantung dengan judul dan diskripsinya.

Perhatikan foto ini !

Seorang pendaki gunung yang telah tersesat selama 1 minggu. Dia mencoba bertahan hidup seorang diri. Dia tidak mempunyai air dan makanan lagi. Teman temanya telah lenyap kerana jatuh ke jurang. Dia telah berjalan selama puluhan kilometer selama siang dan malam.

Penikmat foto tidak peduli terhadap diskripsi foto yang ada. Yang terlihat di foto hanyalah seorang yang berdiri sendiri sambil memandangi sabana dan gunung yang berada di seberangnya. Tidak ada sesuatu dalam foto tersebut yang membuktikan tentang diskripsi foto tersebut.

Pada kenyataanya dia adalah pendaki yang mendaki bersama teman temanya. Teman temanya sedang tidur oleh karena itu mereka tidak nampak di foto. Dia tidak sedang tersesat. Dia hanya berjalan sepanjang 5 Km untuk sampai di tempat tersebut.

Perhatikan foto ini !

Sebuah sunrise dari puncak gn. Slamet
Foto tersebut tidak bisa membuktikan bahwa foto tersebut memang di ambil dari puncak gunung slamet. Harusnya tukang fotonya memasukkan sesuatu yang menjadi cici khas gunung slamet, misalnya tugu trianggulasi, kawah Gunung Slamet atau pemandangan lain yang menjadi ciri khas gunung slamet. Yang bisa kita dapat dari foto tersebut hanyalah sebuah sunrise yang entah diambil dari mana. Bisa dari belakang rumah, dari jendela gedung, dari ujung bukit dll.

Inilah pentingnya komposisi sebuah foto. Sebuah foto harusnya bisa bercerita tanpa harus kita membantunya untuk bercerita. Penikmat foto tidak peduli terhadap diskripsi yang tidak bisa dibuktikan lewat foto. Mereka hanya melihat apa yang ada di dalam foto tersebut. Oleh karena itu Bialah foto yang berbicara

SALAM JEPRET



Tidak semua yg bisa motret adalah fotografer


Fotografi menjadi salah satu hobi yang paling banyak digemari belakangan ini. Faktor utamanya tidak lain adalah karena banyaknya kamera DSLR yang dijual dengan harga miring. Berbeda dengan jaman dulu yang harganya sangat mahal sehingga hanya bisa dimilki oleh beberapa orang. Persaingan sengit antar produk DSLR memaksa mereka memangkas harga serendah mungkin untuk menjaring banyak pembeli.

Kemajuan teknologi internet yang sangat pesat juga menjadi penyebab utama kenapa fotografi begitu populer. Jejaring sosial macam facebook, twitter dan google plus mempunyai peranan besar dalam memajukan dunia fotografi. Banyak fotografer memajang foto foto mereka di jejaring sosial. Foto foto indah tersebut kemudian menarik minat pengguna jejaring sosial lain yang melihatnya. Ketertarikan itu menjadi sebuah awal untuk terjun dalam dunia fotografi.

Pada era sekarang sangat banyak orang yang mempunyai kamera DSLR. Mereka membeli kamera DSLR karena mulai jatuh cinta pada dunia fotografi. Sebenarnya fotografi tidak harus menggunakan kamera DSLR. Kita bisa menggunakan kamera merk apapun dan jenis apapun termasuk kamera pocket dan kamera Handphone. Tapi keunggulan menggunakan kamera DSLR adalah karena DSLR bisa di ubah ubah pengaturanya. Dengan begitu kita bisa mendapatkan gambar yang lebih bagus daripada kamera pocket atau handphone yang hanya bisa memotret dengan mode otomatis. Pengaturan yang dirubah dalam konteks ini adalah pengaturan tentang segitiga Eksposure, yaitu Iso, Aperture dan Sfutter Speed

Lalu apakah setiap orang yang memiliki kamera DSLR bisa disebut fotografer ?

Boleh boleh saja. Menyebut dirinya fotografer adalah hak setiap manusia. Setiap orang yang bisa memotret bisa disebut fotografer. Bahkan mereka yang tidak punya DSLR pun berhak menyebut dirinya seorang fotografer. Tapi ingat ! terkadang ada orang orang tertentu yang bisa mengambil foto lebih bagus tanpa menggunakan kamera DSLR.

Tapi sebenarnya ada perbedaan mendasar dari seseorang yang mengaku fotografer dengan fotografer sesungguhnya, yaitu cara mereka memotret. Memotret bukan hanya memencet tombol pada kamera. Memotret adalah adalah seni yang mengharuskan kita mempelajari banyak hal tentang foto. Bagaimana cara kita memotret akan menjawab apakah kita seorang fotografer atau hanya mengaku sebagai fotografer. Proses untuk menghasilkan foto akan memberi jawabanya


Contoh : 
Studi kasus - Foto petani berangkat ke sawah

Seseorang yang punya kamera DSLR kebetulan sedang ada di pinggir sawah dan melihat sang petani lewat. Kemudian dia memencet tombol kamera dan jadilah foto petani berangkat ke sawah.

Di sisi lain sang fotografer telah berada di sawah sehari sebelumnya. Dia mencari tahu dimana lokasi perumahan dan dimana lokasi persawahan. Dia mencari tahu hal itu karena dia hendak berada di jalan dimana petani berangkat dari rumah mereka menuju ke sawah.

Dia berencana memotret esok pagi ketika cahaya matahari tampak begitu kuning atau biasa disebut golden hours. Jika kita memotret pada siang hari maka cahaya matahari akan tampak sangat pucat sehingga menghasilkan susunan warna yang buruk pada foto. 

Cuaca saat itu mendung sehingga mentari tidak terlihat. Dia mengeluarkan kompas untuk mencari tahu arah barat dan timur. Dia mencari arah timur karena dari sana lah mentari pagi akan terbit. Cahaya mentari pagi harus jatuh ke muka sang petani dengan tepat sehingga raut mukanya nampak jelas. Cahaya mentari harus datang dari sekitar arah depan sang petani. Jika cahaya datang dari arah belakang kepala sang petani maka muka sang petani terlihat gelap tertutup bayangan.

Sayangnya pada saat itu jalan membentang dari timur ke barat. Para petani berangkat dari arah timur menuju ke barat sehingga matahari akan jatuh di bagian belakang kepala sang petani. Sang fotografer kemudian mencari jalan lain yang terdapat petani berangkat ke sawah dari arah barat ke timur sehingga matahari yang terbit dari timur bisa jelas menerangi muka sang petani.

Setelah sang fotografer menemukan jalan tersebut dia bingung hendak berada di pinggir kanan atau kiri jalan. Kemudian dia melihat background jalan tersebut. Dia membandingkan background sebelah kiri jalan dengan kanan jalan. Karena backgroundnya lebih bagus yang berada di kanan jalan maka dia berada di sisi jalan dengan asumsi petani bisa di foto dengan background yang bagus.

Keesokan paginya sekitar jam 05.30 WIB sang fotografer sudah berada di TKP. Dia duduk di tepi jalan karena belum ada petani yang lewat. Dia mulai menyusun pengaturan pada kamera. Petani adalah objek yang bergerak sehingga dia harus bisa memotretnya dengan cepat. 

Dia menggunakan iso yang agak tinggi untuk mendapatkan shutter speed yang cepat
Dia menggunakan aperture yang lebar untuk mendapatkan shutter speed yang cepat
Dia menggunakan fokus manual karena kamera terlalu bodoh untuk memotret objek bergerak 

Akhirnya sang petani lewat. Dia memotret banyak jenis petani yang berangkat ke sawah. Ada yang berangkat bersama sama, ada yang berangkat sendirian, ada yang berangkat menggunakan sepeda, ada yang berangkat dengan berjalan kaki. Setelah mendapatkan puluhan foto dia pulang ke rumah. Dia melihat satu persatu fotonya untuk memilih yang terbaik. Kemudian dia mengolah foto tersebut menggunakan software edit foto seperti photoshop

Akhirnya dia mendapatkan 1 buah foto yang menurutnya sangat bagus dan sesuai apa yang diharapkanya. Dia kemudian melihat foto tersebut dengan lebih detail dan lebih jeli. Ternyata masih banyak kekurangan pada foto tersebut. Dia berencana kembali ke tempat yang sama pada esok berikutnya.

Akhirnya dia mendapatkan foto yang sesuai dengan imajinasinya. Walau usaha dan jerih payahnya hanya menghasilkan 1 buah foto. Tapi foto tersebut terlihat sempurna baginya. Tidak peduli seperti apa foto yang dihasilkanya, usaha untuk mendapatkan foto tersebut pantas kita acungi jempol.



Apakah anak kecil boleh memiliki DSLR ? Tentu boleh
Apakah anak kecil bisa memotret ? Tentu bisa, kan cuma tinggal menekan tombol
Apakah anak kecil bisa memotret petani pergi ke sawah ? Pasti bisa
Apakah dia seorang fotografer ? Anda yang menentukan

Fotografer selalu bersungguh sungguh dalam berkarya. Setiap gerak yang dilakukanya difikirkan dengan matang dan seksama untuk menghasilkan karya yang sempurna.

Orang orang hanya melihat foto petani yang pergi ke sawah tanpa pernah tau apa yang terjadi dibelakangnya. Lihat bagaimana foto itu tercipta, maka kau akan mengerti siapa yang memotret

Seorang yang mengaku fotografer atau memang seorang fotografer

Sebuah tulisan dari fotografer newbie

SALAM JEPRET


Curug Gombong, keindahan yang tersembunyi

Curug Gombong
Curug gombong adalah objek wisata air terjun di desa gombong. Desa gombong termasuk dalam wilayah kecamatan pecalungan kabupaten Batang. Curug Gombong sangat indah tapi sayang akses untuk mencapainya sangat sulit. Curug gombong kini tidak lagi dikelola oleh pemerintah setempat. Curug gombong terabaikan begitu saya dengan indahanya yang menakjubkan.

Saat itu saya dan teman teman KKN hendak mengunjungi tempat ini. Kita akan membuat film tentang tentang objek wisata yang ada di kecamatan pecalungan. Pada saat itu objek wisata ini telah ditutup oleh pemerintah setempat karena terlalu berbahaya untuk dikunjungi. Air terjun ini telah menelan beberapa korban jiwa beberapa waktu yang lalu.

Menurut warga setempat ada sebuah lubang besar tepat di bawah air terjun tersebut. Lubang tersebut bisa menyeret apapun yang ada di sekitar air terjun. Dahulu kala mayat korban yang meninggal ditemukan ditempat itu. Itulah yang menyebebabkan air terjun ini terlalu berbahaya jika dijadikan objek wisata.

Jam 06.00 WIB kami telah sampai di desa gombong. Kami menitipkan motor di rumah warga karena di curug gombong tidak ada tempat penitipan motor. Kami berjalan meninggalkan perumahan warga, kemudian mulai menyusuri area persawahan. 15 menit berselang kami sampai di gerbang masuk objek wisata curug gombong. Disini sangat sepi, curug gombong benar benar telah tenggelam dalam misteri.


Setelah melewati pintu masuk curug gombong kami mulai berjalan menyusuri ladang penduduk. Jalan yang kami lewati semakin menurun. Jalan ini sangat licin dan terjal sehingga membuat beberapa dari kami harus terpeleset. Jalan ini mengantarkan kami menuju sebuah sungai. Dari sungai inilah kami harus memulai perjalanan berbahaya menuju curug gombong. 6 orang ini bahu membahu menyusuri tepian sungai.

Curug Gombong
Arus sungai yang deras menjadi sesuatu yang menakutkan saat itu. Arus sungai mengalir deras menerjang batu batu besar yang berada di tengah sungai. Batu batu besar tersebut mempunyai bentuk yang unik. Perpaduan tersebut membangkitkan insting fotografiku. 

Inilah yang membuat saya menyukai abstrak fotografi, apapun bisa dijadikan objek foto. Saya tidak peduli objek apa yang akan saya foto. Jika memang apa yang saya lihat indah, maka kamera akan saya pencet. Saya membuat aliran air tersebut terlihat dramatis dengan memperlama waktu pengambilan gambar/memperlama shutter speed.



Dengan bersusah payah akhirnya kami sampai di curug gombong. Air mengucur begitu deras sehingga menimbulkan suara gaduh. Apa yang tersaji disini sangat luar biasa. Perjuangan kami terbayar lunas di tempat ini. Teman teman mulai melepas baju mereka, mereka menyeburkan diri ke dalam air. Sementara itu aku memilih untuk tetap kering karena harus selalu memegang kamera. Pada saat itu kami belum tahu jika menyeburkan diri ke air adalah sesuatu yang berbahaya.

Curug Gombong


Tak mau membuang buang waktu saya segera berexperimen dengan kamera. Pergerakan saya di tempat ini sangat terbatas. Batu batu besar yang saya pijak sangat licin. Jika terpeleset sedikit saja maka kamera kesayangan yang menggantung di leher hanya akan segera menjadi kenangan.

Curug Gombong
Pada foto yang saya jepret terdapat banyak penampakan yang tidak lain adalah teman teman saya sendiri. Saya mencoba menjadi orang terakhir yang meninggalkan tempat itu, berharap tidak ada makhluk hidup apapun yang masuk ke dalam foto.

Curug gombong telah mencuatkan keindahanya. Keindahan yang sangat tidak pantas untuk terkubur dalam misteri. Semoga suatu saat akses menuju air terjun ini diperbaiki oleh pemerintah setempat. Agar dunia tahu betapa indahnya tempat ini.

Salam

Tim II KKN UNDIP 2013 Desa Pretek Kecamatan Pecalungan


SALAM LESTARI

Night Shot Photography : Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid termegah di Indonesia. Masjid agung jawa tengah merupakan masjid terbesar di jawa tengah. Masjid dengan arsitektur indah ini mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006. Kompleks masjid terdiri dari bangunan utama seluas 7.669 m2 dan halaman seluas 7.500 m2.  Masjid Agung Jawa Tengah terletak di jalan Gajah Raya, tepatnya di Desa Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.

Kali ini saya akan belajar tentang Night Shoot Fotografi. Saya memilih Masjid agung jawa tengah karena bangunan ini adalah yang paling tinggi di kota Semarang. Masjid agung jawa tengah mempunyai menara asmaul husna dengan tinggi 99 meter. Menara itu adalah spot yang sempurna untuk melakukan night shot. Saya berniat memotret kerlap kerlip lampu kota semarang dari bangunan paling tinggi di kota ini.

Sekitar jam 7 malam saya sudah sampai di masjid agung jawa tengah. Sebelumnya saya telah mencari contoh foto masjid agung jawa tengah di google. Saya melihat foto foto yang diambil olehpara fotografer senior. Saya melihatnya bukan untuk menirunya, tapi untuk menghasilkan foto yang belum pernah mereka ciptakan.

Kali ini saya membawa Kamera DSLR Nikon D3200, filter CPL (Pemekat Warna) dan Tripod. Saya mulai berkeliling di serambi masjid untuk mencari sudut pemotretan yang bagus. Kali ini saya menemukan objek yang bagus, tapi sayangnya foto ini termasuk ke dalam aliran Abstrak Fotografi. Saya melihat pantulan menara masjid agung yang terlihat dari tangga masjid.

Aperture : 8
Iso : 100
Shutter Speed : 30 S
Focal Lenght : 55 Mm

Sebagai orang normal saya harus memfoto masjid agung jawa tengah karena objek tersebut adalalah judul dari tulisan ini. Sebenarnya saat itu terlalu banyak orang yang berada di latar masjid sehingga saya agak sedikit kesulitan mnemukan sudut pemotretan yang sekiranya tidak akan terdapat penampakan di dalam foto.

Aperture : 8
Iso : 100
Shutter Speed : 6 s
Focal Lenght : 18 Mm

Sebenarnya saya ingin memasukkan pagar yang mengelilingi masjid sepenuhnya ke dalam foto. Focal Lenght minimum lensa saya terbatas di angka 18 Mm sehingga objek yang bisa dimasukkan pun tidak bisa diperbanyak lagi. Jika saya bergerak mundur maka akan ada objek yang tidak didinginkan masuk ke dalam frame foto. Distorsi yang dihasilkan oleh lensa kit juga sangat besar oleh karena itu lensa kit tidak bagus jika digunanakn untuk memotret bangunan. Di foto itu tiang penyangga yang harusnya tegak berdiri terlihat miring karena distorsi lensa. Hal itu masih bisa saya atasi dengan bantuan PhotoShop. Ada beberapa objek yang terpotong dalam prosesnya. Hal itu menyebabkan foto yang dihasilkan bukanlah sepenuhnya seperti apa yang diinginkan.

Dari serambi masjid saya bergerak menuju masjid. Saya berdiri tepat di sekitar pintu masuk masjid agung jateng. Dari sini tampak menara masjid agung jateng yang sangat megah. Menara itu menjulang tinggi memecah langit yang mulai gelap. Di depan masjid ada beberapa payung yang bisa dibuka dan ditutup pada saat saat tertentu. Payung tersebut biasanya dibuka ketika hendak diadakan sholat jumat. Payung tersebut tidak pernah lama dibuka, biasanya hanya dibuka ketika jam 11.30 sampai jumatan selesai.

Aperture : 8
Iso : 100
Shutter Speed : 15 s
Focal Lenght : 18 Mm

Setiap lensa memiliki "Sweet spot Aperture", yaitu aperture terbaik dari sebuah lensa yang jika digunakan akan menghasilkan foto yang lebih tajam dari pada aperture lainya. Oleh karena itu saya suka menggunakan aperture 8 karena angka tersebut merupakan sweet spot aperture lensa saya. Refleksi pagar saya gunakan sebagai foreground dan ujung menara saya gunakan sebagai Point of interest. Saya tidak memotretnya menggunakan mode landscape karena akan terlalu banyak objek yang masuk dalam frame sehingga terlihat terlalu ramai.

Setelah hari mulai malam saya segera naik ke menara masjid agung jateng. Setiap orang dikenakan tarif 5 ribu rupiah untuk bisa pergi ke lantai 19 menara ini. Lantai 19 adalah lantai paling tinggi di menara ini. Di lantai 18 terdapat restoran yang tentu saja sangat cocok digunakan untuk makan malam bersama pasangan karena pemandangan yang tersaji disini benar benar yang terbaik di kota semarang.

Pemandangan disini sangat menakjubkan, inilah tempat paling tinggi di semarang ketika itu. Kerlap kerlip lampu tampak berserakan di bawah sana. Dari sini masjid agung jateng tampat sangat megah dan indah. Kini saya mulai melakukan orientasi untuk menemukan titik yang tepat untuk pemotretan. Di sini terdapat pagar besi yang mengitari seluruh lantai 19. Pagar besi ini dimaksudkan sebagai pengaman bagi setiap pengunjung yang datang.

Kini masalahnya adalah pagar tersebut akan mengganggu pemandangan dari foto yang saya jepret. Lensa saya tidak bisa masuk di celah celah besi tersebut karena terlalu sempit. Di pagar tersebut terdapat beberapa lubang yang bisa saya manfaatkan untuk menyusupkan lensa. Tapi lubang tersebut sangat tinggi, bahkan tripod saya yang mempunyai tinggi 1,8 meter belum mampu menjangkaunya.

Kebetulan disini terdapat sebuah balok besi yang biasa digunakan untuk melihat pemandangan dari teropong. Balok tersebut memang diperuntukkan untuk mempertinggi posisi mata manusia. Saya menyeret balok tersebut ke lubang yang telah saya pilih dan saya segera menaikkan tripod di atasnya. Tripod tidak mudah saya dirikan karena posisinya yang terlalu miring.


Waktu itu terdapat banyak pengunjung lain di menara ini. Saya mulai malu karena tampak seperti orang gila yang kurang kerjaan. Tapi terserahlah, this is fotografi bro. Segala cara dihalalkan untuk mendapatkan foto yang kita impikan. Setelah menarik ulur kaki kaki tripod akhirnya tripod ini bisa berdiri dengan kamera yang sudah menancap di atasnya. Dan jepreetttttt ........


Aperture : 8
Iso : 100
Shutter Speed : 25 s
Focal Lenght : 18 Mm

Selanjutnya,
Biarlah foto yang berbicara ...........

SALAM JEPRET


Green Canyon Semarang

Tiap pagi saya sering pergi ke sebuah perumahan di dekat kos. Saya menyusuri rumah demi rumah hingga sampailah di belakang perumahan tersebut. Di sanalah saya sering menghabiskan waktu ketika pagi, menikmati terbitnya mentari dari sisi timur. Tempat ini cukup tinggi tapi yang lebih penting tempat ini selalu sepi. Tempat ini berada di ujung bukit sehingga kita bisa memandang sang mentari tanpa terhalang oleh apapun. Tampak ladang ladang penduduk membentang di lereng bukit. Sedangkan gunung ungaran masih berdiri jauh di ujung sana.

Dari beberapa objek yang terlihat di bawah sana tampak sebuah objek yang paling mencolok. Objek tersebut terlihat seperti bukit yang dijadikan tempat galian tanah. Alat alat berat menggerus bukit tersebut setiap hari sehingga menjadikan bentuknya aneh. Meskipun aneh tapi bukit tersebut tampak indah, mirip green canyon di amerika. Bermodalkan kekaguman tersebut saya berusaha menyusuri bukit tersebut.

Jam 15.00 WIB saya segera meluncur ke arah bukit tersebut. Bermodalkan ingatanku tentang rupa bukit tersebut saya pun berangkat. Semakin saya mendekatinya maka ketinggian tempat saya berpijak pun semakin berkurang. Akibatnya bukit tersebut terhalang oleh pemukiman. Semakin saya mendekatinya maka semakin tidak terlihat dimana posisinya. Saya mulai sampai di pedalaman desa. Jalanan yang saya lewati semakin suram dan sepi. Ternyata bukit itu tidak sedekat apa yang terlihat. Saya mengikuti beberapa truck galian tanah yang sedang lewat. Truck itu akan mengantarkan saya menuju galian tanah di sekitar sini yang tidak lain adalah bukit tersebut.

Jam 16.00 WIB saya sampai di bukit tersebut. Pemandangan yang tersaji di sini sangatlah menawan. Bukit yang telah di poles dengan alat berat menjadi keindahan tersendiri di sore itu. Disini sangatlah sepi, hanya terlihat beberapa truck yang lewat mengantarkan galian tanah. Beberapa orang pekerja terlihat berjalan pulang ke rumah karena hari sudah menjelang sore.


Saya mengeluarkan Nikon D3200 dari dalam tas. Saya pasang Filter CPL yang mempunyai fungsi untuk memekatkan warna pada foto. Kamera ini masih menggunakan lensa kit 18-55 mm. Saya tak pernah malu menggunakan lensa kit. Foto adalah tentang bagaimana kita memotret bukan tentang seberapa hebat kamera kita.

Saya kembali menyusuri tiap sudut tempat ini, mencoba menguak keindahan yang tersembunyi. Sebenarnya tempat ini sangat berbahaya. Tidak jarang pekerja meninggal dunia karena tertimpa oleh bebatuan dari atas bukit. Bukit yang telah di garuk sedemikian rupa menjadi sangat rapuh sehingga mudah rubuh.



Sore itu angin menerpa kesendirianku,
Meniupkan keindahan, memecah kesepian,
Keindahan ini menjadi teman yang setia menunggu, 
Setiap sore, setiap waktu

Ketika jenuh menyerang dengan hebatnya,
Menghadirkan penat yang sangat mengganggu,
Bukit ini masih disini menunggu, 
Membantuku membunuh jenuh,

Kini aku tak lagi disini
Tapi adamu akan selalu memberi arti

Kini saya telah lulus dari UNDIP
Suatu saat, aku akan kembali
Green Canyon Semarang

SALAM JEPRET


Abstrak Fotografi

Abstrak fotografi adalah aliran fotografi yang paling dinamis. Apapun yang tersaji di sekitar kita bisa dijadikan objek foto. Menurut ilmu fotografi keindahan itu tidak hanya ada di pantai atau puncak puncak gunung. Sebenarnya banyak keindahan di sekitar kita namun tidak terlihat karena kurangnya insting seorang fotografer

Menurut saya pribadi, abstrak fotografi sangat cocok bagi mereka yg baru mendalami hobi fotografi, seperti saya contohnya. Belajar melihat secara abstrak mengasah insting kita untuk mengetahui keberadaan objek objek indah di sekitar kita. Insting yang tajam membuat seorang fotografer akan mudah menghasilkan foto foto yang bagus.
 
Tantangan sebenarnya dalam Abstrak fotografi adalah menyajikan foto dari keindahan keindahan di sekitar yang tidak tertangkap mata. Tapi terkadang ada objek objek tertentu yang tidak terpancar keindahanya ketika dilihat dengan mata. Objek objek itu hanya terlihat indah setelah di jepret menggunakan teknik fotografi tertentu atau dengan sudut pemotretan tertentu.

Sumber foto : Toko Batu
Foto oleh : Adriyano Louizzao

Sumber foto : Aliran Air Kolam Ikan
Foto oleh : Adriyano Louizzao


Sumber foto : Tumpukan Besi
Foto oleh : Adriyano Louizzao

Foto foto di atas adalah foto foto yang di dapat dari tempat tempat tak terduga di pinggir jalan. Setelah dipoles dengan sudut pengambilan gambar yang berbeda maka akan menghasilkan foto yg lebih baik dari objek aslinya. Anda dapat bayangkan seperti apa objek objek tersebut tampak dari seberang jalan. Oleh karena itu kita harus melatih insting fotografer kita agar menciptakan sebuah hubungan antara mata kita dan keindahan yg tersaji

Foto foto di atas adalah foto objek yg sudah terlihat bagaimana hasilnya sebelum di foto. Tantangan selanjutnya adalah menghasilkan foto yang jauh berbeda dengan objek aslinya. Foto yang belum bisa dilihat seperti apa jadinya sebelum pemotretan selesai. 


Sumber foto : Lampu Pohon
Foto oleh : Adriyano Louizzao


Sumber foto : Api kecil di pinggir jalan
Foto oleh : Adriyano Louizzao


Sumber foto : Pendingin Laptop
Foto oleh : Adriyano Louizzao

Foto foto di atas di jepret dengan mode Bulp dengan menggerakkan kamera dengan berbagai arah. Inilah yang saya maksud dengan foto yang belum bisa dilihat seperti apa jadinya sebelum pemotretan selesai. Tentu foto ini sangat jauh berbeda dengan objek aslinya.

Anda bisa menghasilkan foto yang lebih spektakuler dengan berbagai gerakan kamera. Coba gerakkan kamera dari samping kiri ke kanan, kanan ke kiri, atau bahkan menggerakkan kamera membentuk lintasan segi empat atau segi tiga atau bahkan tidak beraturan sama sekali. Anda juga dapat memadukanya dengan melakukan zooming saat pengambilan gambar

Dan yang terakhir adalah menghasilkan foto yang indah berasal dari objek yang belum ada. Maksudnya kita membayangkan terlebih dahulu seperti apa foto abstrak yang akan kita hasilkan kemudian baru kita membuatnya.

Foto oleh : Adriyano Louizzao

Foto oleh : Adriyano Louizzao


Foto oleh : Adriyano Louizzao

Menurut saya foto abstrak itu terbagi menjadi 3 :
1. Foto berasal dari keindahan terlihat mata
2. Foto berasal dari keindahan yang baru terlihat setelah pemotretan
3. Foto berasal dari keindahan yang kita bayangkan sendiri lalu kita ciptakan
Abstrak fotografi bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun tanpa mengenal tempat dan waktu, karena pada dasarnya keindahan itu ada di sekitar kita.

Salam Jepret

Saya baru mendalami fotografi 4 bulan yg lalu dan semua foto di atas dihasilkan dengan menggunakan Lensa Kit 18-55 mm. Saya tidak lebih pintar dari anda karena menurut saya keindahan sebuah foto itu relatif. Saya hanya ingin berbagi karena menurut saya lebih baik menulis daripada tidak sama sekali.

Semoga Bermanfaat