Senyuman untuk sang fotografer
Bagiku kamera DSLR terlalu mahal jika hanya digunakan untuk dokumentasi sebuah acara. Kita bisa menggunakan kamera digital atau kamera lain yang lebih murah untuk mengabadikanya. Keunggulan kamera DSLR dengan kamera digital dan kamera lainya adalah pada segi pengaturanya. Pada kamera DSLR kita bisa mengatur segitiga Exposure semau kita. Kita bisa men set nilai ISO, Aperture dan Shutter Speed sesuai dengan pemikiran kita. Sedangkan pada kamera digital biasa kita tidak bisa merubah pengaturanya.
Untuk dokumentasi acara kita memang tidak memerlukan pengaturan kamera yang rumit sehingga kita tidak terlalu membutuhkan DSLR. DSLR hanya pantas digunakan untuk fotografi yang lebih rumit dan memerlukan pengaturan khusus dan kompleks seperti aliran fotografi landscape, still life, model dan lain sebagainya.
Singkat cerita aku tidak pernah menggunakan DSLR ku untuk dokumentasi. Kameraku selalu berada di dalam tas jika ada acara acara yang sebenarnya membutuhkan dokumentasi. Aku hanya beranggapan bahwa kamera digital biasa sudah cukup untuk mengabadikanya. Sebaliknya kameraku akan keluar dari tas jika aku melihat objek objek foto yang menarik seperti hewan langka, pemandangan indah, interaksi sosial yang aneh dan objek objek fotografi lainya.
Akhir pekan yang lalu aku menghadiri acara diklatsar SISPALA sebagai alumni. DSLR ku terus berada di dalam tas karena tidak tertarik untuk mengabadikan jalanya acara. Karena keadaan akhirnya DSLR ku keluar dari tas dan mengambil beberapa foto acara. Itupun karena terpaksa agar terlihat “normal” dimata alumni lainya. Mungkin mereka beranggapan bahwa aku sudah gila karena tidak mengeluarkan DSLR untuk mengabadikan momen momen penting pada waktu acara.
DSLR masih berada pada mode auto yang bagiku tidak ada perbedaanya dengan kamera digital. Karena ini acara diklatsar maka peserta yang kujadikan objek foto bergerak sangat cepat. Mereka berlari lari dari sini ke sana dan dari sana ke sini. Mereka sering bergerak mendadak mengikuti setiap intruksi para senior. Akibatnya aku merubah setelan kamera ke mode manual untuk mendapatkan gambar yang lebih hidup. Jika aku masih menggunakan mode auto maka semua gambar akan tampak blur atau akan terdapat banyak noise pada foto yang dihasilkan.
Tapi semua itu belum cukup, hingga akhirnya aku mengganti lensa kit dengan lensa fix. Terlalu panjang jika aku menjelaskan perbedaan lensa kit dan lensa fix. Tapi pada intinya foto yang dihasilkan dengan lensa fix akan lebih bagus tapi penggunaanya pun juga akan lebih sulit. Aku mulai melihat jalanya keadaan dari lensa. Aku mulai mendapatkan satu persatu foto yang terlihat sangat hidup.
Kini aku mulai menyadari satu hal, bahwa ternyata dokumentasi sebuah acara tetap memerlukan skill dan teknologi yang tinggi. Tanpa itu semua foto foto yang dihasilkan akan tampak mati. Kini aku selalu memandangi foto foto tersebut setiap waktu. Foto foto itu benar benar hidup. Aku tak peduli jika foto foto tersebut tampak tidak berguna dalam segi fotografi. Tapi dalam segi kehidupan foto foto tersebut sangat bermakna bagiku.
Kadang aku tak butuh penghargaan karena foto foto yang indah dan menawan. Aku tak butuh penghargaan untuk foto landscape, akbstrak, human interest dan aliran lainya. Aku hanya butuh senyuman dari orang orang yang sangat senang melihat wajahnya dalam bentuk yang aneh.
Mungkin mereka tak tahu betapa susahnya mengambil foto mereka saat itu. Tapi tak masalah karena ini adalah urusan sang fotografer dan kameranya. Aku hanya ingin mereka memandangi foto foto tersebut 5 tahun yang akan datang dan coba rasakan sensasinya. Foto itu sangat hidup, aku yakin meraka akan terseret ke dalam kenangan.
Dan saat foto itu bisa menghadirkan sebuah senyuman, maka senyuman itu adalah penghargaan terbesar bagiku
Inspirasi : Diklatsar angkatan 15 SWAPALA KALIJAGA
Nb : Semua foto di atas dihasilkan dengan lensa Fix Nikon 50 mm 1.8
Nb : Semua foto di atas dihasilkan dengan lensa Fix Nikon 50 mm 1.8
SALAM LESTARI
0 komentar:
Posting Komentar