"Karena yang terpenting bukan apa yang kita dapat dari dunia, tapi apa yang bisa kita beri pada dunia"

Pesona Danau Batur



Sekitar jam 10 pagi aku telah sampai di kawasan Kintamani. Yaitu sebuah kawasan wisata di pinggir jalan raya Bangli – singaraja. Dari sini danau batur terlihat jauh di bawah sana. Sedangkan gunung batur juga terlihat begitu gagahnya. Di sini juga terdapat banyak wisatawan asing seperti layaknya objek wisata di bali lainya. Di dekat kawasan ini juga terdapat museum gunung batur


Ku teruskan perjalananku ke Desa trunyan, menyusuri jalan turunan ke arah danau batur. Desa trunyan adalah desa yang terletak di sekitar selatan danau batur. Dari dekat danau batur tampak semakin indah. Di sini terdapat dermaga yang menyewakan kapal kecil untuk berkeliling danau batur. Di pinggir pinggir danau tampak para warga yang sedang menggarap ladang. Di tepian danau batur biasanya para warga menanam bawang merah



Terlihat gunung batur berdiri gagah di seberang danau. Mentari pagi bersinar dengan cerahnya, memantulkan sinarnya dari permukaan danau batur yang elok. Ku duduk sejenak di tepian jalan menikmati saat saat indah ini. Menikmati angin pagi yang sejuk dan menyegarkan. Udara di sini sangat dingin walaupun siang hari. Maklum danau ini di apit oleh gunung dan bukit yang menjadikan seperti seperti mangkok di tengah pegunungan



Setelah melalui desa Trunyan maka akan sampai di desa abang. Yaitu sebuah desa kecil yang damai. Tak jauh berbeda dengan desa trunyan, para warga di sini juga berladang di tepian danau batur. Tanamanya pun sama yaitu bawang merah. Dari desa ini jalan akan buntu karena terdapat bukit yang menghadangnya, sehingga tidak bisa mengelilingi danau batur dengan kendaraan darat. Penduduk di sini hampir kebanyakan beragama hindu seperti kebanyakan tempat di bali lainya.



Keesokan harinya aku kembali ke kawasan Danau Batur, Kali ini di desa Toya Bungkah, yaitu sebuah desa di sebelah utara danau batur. Keadaanya pun hampir sama dengan desa trunyan, sama sama dingin dan indah. Perjalanan dari kintamani ke Toyabungkah sangat indah. Jalan yang di lewati di apit oleh danau batur dan gunung batur. Jika kita melihat ke kanan maka akan tampak danau batur yang indah. Jika kita melihat ke kiri akan tampak gunung batur yang gagah. Sekilas jalan yang di lewati mirip jalan jalan di luar negeri


Tampak gunung batur yang begitu elok. Rerumputan hijau mirip padang sabana tumbuh di antara sela sela batu. Puncaknya terlihat seperti tanduk binatang. Gunung ini juga menghasilkan pasir yang luar biasa banyaknya


Desa Toyabungkah juga di gunakan untuk para pendaki yang ingin mendaki ke puncak gunung batur. Di pinggir pinggir jalan terdapat counter counter adventure yang menyediakan jasa pemandu ke puncak gunung batur. Perjalanan ke puncaknya tidak terlalu berat, mungkin membutuhkan waktu sekitar 3 jam pendakian. Biasanya para pendaki berangkat sekitar jam 2 atau 3 pagi agar bisa menikmati panorama sunrise di puncak. Banyak wisatawan asing yang mencoba mendaki gunung batur


Kala itu sekitar jam 6 sore WITA aku masih berada di sekitar kawasan ini. Udara terasa sangat dingin dan menusuk tulang. Matahari terbenam lebih awal karena tertutup kabut. Suasananya mirip seperti Danau ranupane di lereng gunung semeru.


Bagaimanapun juga keindahan danau batur dan gunung batur telah memberi sebuah memori indah yang tak terlupakan. Sebuah kenangan yang membuatku mencintai bali dan selalu ingin kembali ke sana

Orang yang hidupnya berharga adalah orang yang mempunyai banyak kenangan. Karena hati kita cenderung mengenang sesuatu yang indah. Dengan banyaknya kenangan di hati, setidaknya telah banyak hal indah yang telah kita lalui. Seperti cerita indah ini ,,,

Salam Lestari