"Karena yang terpenting bukan apa yang kita dapat dari dunia, tapi apa yang bisa kita beri pada dunia"

Laut Selatan Jember


Waktu itu saya sedang berada di kota jember untuk menyelesaikan proyek pemetaan. Tugas saya hanya sebagai koordinator dan pengawas proyek sehingga saya memiliki banyak waktu luang. Teman saya Andjasti Restuningtyas mengajak saya ke sebuah tempat di sekitar kawasan wisata pantai watu ulo untuk berlibur. Selain itu Asti juga ingin merayakan ulang tahun temanya yang bernama Riski, Riski adalah mahasiswa UNS (Universitas Negeri Surakarta). Riski datang jauh jauh dari kota solo untuk berlibur. Asti sendiri adalah Mahasiwa kedokteran UNEJ tingkat akhir

Malam itu sekitar jam 8 malam kami bertiga (Saya, Asti & Rizki ) berangkat menuju kawsan pantai watu ulo. Kami berencana akan camping di sebuah bukit tanpa nama. Bukit itu terletak di pinggir laut selatan jawa. Butuh waktu sekitar 1 jam dari kota jember untuk sampai di pantai watu ulo. Kami terlambat 1 jam karena banyak hal yang terjadi diperjalanan

Sesampainya di kawasan wisata pantai watu ulo Asti lupa jalan. Kami tidak bisa berbuat banyak karena diantara kami bertiga hanya asti yang pernah ke tempat itu. Asti sering terkena disorientasi, pada saat saat tertentu terkadang dia lupa terhadap hal hal yang harusnya dia ingat. 

Kami bertiga terdampar di pinggir jalan. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 sehingga jalanan tampak sangat sepi. Para penduduk lokal sudah mulai masuk ke rumah mereka masing masing. Lagipula di daerah ini jarang terdapat rumah penduduk.

Asti kemudian menghubungi temanya untuk bertanya jalan yang harus kami lewati. Setelah mendapat sedikit informasi akhirnya kami kembali bergerak. Sesekali kami bertanya pada penduduk lokal yang kami temui di jalan. Penduduk di sini kurang pandai berbicara menggunakan bahasa indonesia. Penduduk di sini biasanya berbicara menggunakan bahasa madura

Dengan susah payah akhirnya kami sampai di sebuah pantai di sekitar kawasan pantai watu ulo. Saya lupa nama pantai tersebut, tapi yang jelas kami menitipkan motor di penitipan yang ada di daerah tersebut. Kami segera berjalan ke arah bukit misterius tersebut.

Pertama tama kami berjalan di perkampungan di pinggir pantai. Perkampungan ini tampak seperti kota mati karena sudah tidak ada lagi penduduk yang berada di luar rumah. Jalan yang kami lewati adalah pasir pantai. Sekitar 5 menit kemudian kami sampai di pantai. Di sini sangat gelap, tapi untunglah masih ada beberapa orang yang memancing ikan. Di sini banyak terdapat kapal yang sedang bersandar.

Kami sampai di bukit tanpa nama tersebut. Tapi kami tidak tau bagaimana cara agar kami sampai di puncaknya. Asti yang sedang disorientasi tidak bisa mengingat sedikitpun jalan yang harus kami lalui. Kemudian saya mulai melakukan Navigasi di sekitar bukit tersebut. Bukit tersebut sangat terjal sehingga tidak bisa sembarangan didaki. Bukit tersebut juga jarang didatangi orang sehingga semak belukar tumbuh dengan sangat lebat.

Setelah sedikit berputar putar di sekitar bukit akhirnya kami menemukan jalan yang sepertinya menuju ke arah puncaknya. Kami segera berjalan menuju ke puncak bukit karena waktu sudah semakin larut. Jalan yang kami lewati sangat menanjak. Banyak jaring laba laba di jalan yang kami lewati, Jalur ini juga mulai tertutup oleh semak belukar. Tepat di sebelah kanan kami terdapat jurang yang berbatasan langsung dengan laut selatan

Kami terus melaju dengan keraguan hingga akhirnya kami sampai di puncak bukit. Asti kemudian mulai ingat sesuatu, disinilah tempat yang dia maksud, disinilah tempat dia dulu pernah camping. Ku berjalan ke semak semak untuk menyembunyikan kue Ultah yang terdapat di tas karierku. Kami bermaksud ingin memberi kejutan untuk Ulang Tahun Rizky. Ku keluarkan semua isi tas karierku lalu kami segera mendirikan tenda. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 23.30 WIB.

Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya saat yang dinanti tiba. Asti mengambil kue Ultah yang kusembunyikan di semak semak dan mempersembahkanya untuk Rizky. Benar benar sebuah hadiah yang indah di tempat yang indah pula dengan suasana yang indah tentunya.


 Tenda kami berdiri tegak di puncak bukit dengan pemandangan laut pantai selatan. Tenda kami berada di tempat terbuka di sekitar padang rumput. Kami segera membuat api unggun dengan ranting ranting pohon kering. Meskipun cuma bertiga tetapi suasana di sini sangat damai. Teh hangat menjadi teman setia ketika guitar kayu mulai dimainkan. Kami bercerita panjang lebar tentang kisah masing masing. 3 orang sahabat di ujung selatan kota jember.

Ketika hari mulai larut Asti dan Rizky mulai masuk ke tenda. Saya masih memegang gitar sambil beryanyi lirih di depan tenda. Udara di sini sangat panas meskipun saya hanya memakai kaos. Saya tertidur di depan tenda di samping guitar kayu.


Malam berganti pagi. Pemandangan laut selatan menjadi pemandangan terindah di pagi itu. Kami mulai memasak untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Ketika matahari mulai tinggi kami mulai turun bukit. Kami menikmati sejenak pemandangan pantai watu Ulo.

Perjalanan kami berlanjut ke wisata Tanjung papuma Jember. Tanjung papuma hanya berjarak sekitar 5 menit dari pantai watu Ulo. Pemandangan yang tersaji benar benar luar biasa, mirip tanah lot di Pulau Bali. Kami menikmati Es degan di pinggir pantai sambil menikmati detik detik terakhir di tempat ini.

Sungguh sebuah kenangan yang indah, kenangan yang tak bisa tertahan untuk ku tulis.


Di atas bukit di pinggir pantai Watu Ulo Jember,
angin berhembus meredupkan suara ombak,
Suara gitar mengiringi nyala api unggun,
Dan laut pantai selatan masih menyimpan misterinya,

Cerita tentang 3 orang mahasiswa UNDIP, UNEJ & UNS yg sedang merayakan Ulang Tahun, 
Beautiful memories