"Karena yang terpenting bukan apa yang kita dapat dari dunia, tapi apa yang bisa kita beri pada dunia"

Mendaki gunung, sebuah larangan orang tua

Mau mendaki gunung ?
Tapi tidak boleh sama orang tua ?

Ya beginilah bro, nasib seorang pelajar yang juga seorang pendaki gunung

Mungkin orang tua terlalu sayang pada anaknya hingga tidak memberikan ijin untuk mendaki gunung. Wajar saya jika setiap orang tua tidak memperbolehkan anaknya mendaki gunung karena gunung bukanlah tempat yang ramah bagi manusia. Di gunung terdapat banyak jurang yang siap memangsa para pendaki. Di gunung tersimpan badai yang siap menerpa para pendaki.

Waktu SMA, terjadi perbedaan pandangan antara saya dan orang tua. Orang tua saya begitu membenci kegiatan mendaki gunung. Menurut mereka waktu saya lebih berharga jika digunakan untuk belajar dan terus belajar. Mulai saat itu tercipta sebuah misi yang harus saya tuntaskan, yaitu menyadarkan mereka tentang betapa bermanfaatnya mendaki gunung.

Ayah adalah orang yang paling murka ketika melihat saya pergi ke gunung, meskipun begitu saya tetap pergi. Saya pergi untuk membuktikan pemikiranya yang salah. Menurut saya mendaki gunung akan memberikan kita banyak pelajaran berharga, pelajaran yang tidak terdapat di materi sekolah hingga kuliah.

Hari demi hari berganti, pun saya masih mendaki gunung begitupula ayah dengan pemikiranya. Beliau menginginkan saya masuk ke sebuah Universitas Ternama di Indonesia agar masa depan saya cerah. Dan akhirnya hari hari yang ditunggu tiba, saat SNMPTN.

Saat SNMPTN saya malah mendaki gunung Semeru. Bukanya saya tidak memiliki orientasi ke depan, tapi saya sudah diterima di 3 perguruan tinggi. Teknik Geodesi UNDIP, Fisika UNNES, Teknik Sipil Polines.

Saya menyuguhkan bukti bahwa mendaki gunung tidak akan membuat kita bodoh, malahan mendaki gunung akan membuat kita menjadi manusia yang berbeda. Kenapa berbeda ?, Karena pemenang selalu tampak berbeda dengan yang lainya. Maka untuk menjadi seorang pemenang kita harus berbeda.

Cerita ini berlanjut ketika saya masuk kuliah. Saya berhasil mendirikan MAPALA teknik Geodesi UNDIP, hal itu menjadikan saya merasa berbeda dengan kebanyakan mahasiswa. Masih ingat ?, pemenang selalu tampak berbeda dengan yang lainya.

Walaupun sibuk mengurus MAPALA, kembali saya buktikan pada orang tua bahwa saya masih mampu meraih IP di atas 3. Setelah itu saya mulai terjun dalam dunia pemetaan hingga akhirnya saya mendapatkan dana untuk memenuhi mimpi mimpi saya, mendaki gunung.

Semua perlengkapan mendaki gunung saya beli dengan uang hasil jerih payah saya sendiri, berjuta juta dana yang dihabiskan untuk mendaki pun gunung saya bayar dengan uang hasil keringat saya sendiri.

Kalimat lawas yang sering keluar dari Orang tua adalah
"Kalau terus mendaki gunung, belajarnya kapan ?"
Ehm, IP saya masih di atas 3 pak
"Tidak akan saya beri uang untuk mendaki gunung"
Ehm, saya sudah punya uang pak

Pencapaian tersebut tidak pernah merubah pemikiran orang tua hingga sesuatu yang cerdas terjadi. Saya membuat skripsi dengan tema mendaki gunung, "Pembuatan Peta Jalur pendakian Gunung Merbabu", analisis keadaan 4 jalur pendakian gunung merbabu terhadap tingkat kesulitan pendakian.

Nah untuk kali ini, Orang tua menyuruh saya secepatnya berangkat mendaki gunung dan mereka pun memberi uang untuk mendaki.

huahahahaha,
Pemenang selalu tertawa di akhir  Q(*O*)9

Walaupun kita suka mendaki gunung, tentunya kita juga harus bertanggung jawab dengan memenuhi apa yang orang tua inginkan, Sudah sewajarnya orang tua menginginkan kita menjadi orang sukses dengan pendidikan tinggi. Kita hanya harus menerima tantangan mereka, kita beri bukti, mereka beri SIM

Apa itu SIM ?

Surat Ijin Mendaki

SALAM LESTARI


2 komentar:

Sheilla Lala mengatakan...

Ini masalah klasikal kebanyakan pendaki mas. Suatu saat nanti saya juga ingin melakukan pembuktian ke orang tua saya, kaya mas :-D

Anonim mengatakan...

Betul sekali Mas mendaki gunung banyak memberikan pelajaran yang tdk didapat dibangku sekolah atau kuliah.nice post Mas

Posting Komentar