skip to main  |
     skip to sidebar
Beberapa
 tahun lalu ketika mendaki gunung tidak sepopuler sekarang. Kami sangat 
bersyukur ketika bertemu rombongan lain di ketinggian. Meski jumlah kami
 sedikit Kami merasa tidak sendiri, kami tak pernah merasa sepi. 
Senyuman ramah mereka berhasil mengusir setiap lelah yang hinggap. 
Hingga cerita itu selalu mendapatkan ruang di memori
 
 Kala itu 
kami semua terlihat sama, perlengkapan pendakian tidak banyak beredar 
seperti sekarang, kami tidak memperdulikan merk tenda, merk makanan atau
 merk tas carier. Kami tak memperdulikan Sispala, Mapala atau organisasi
 apapun. Semua sama, tanpa kasta 
 
 Dan ketika sekarang gunung 
menjadi tempat yang begitu ramai. Bertemu dengan rombongan lain menjadi 
sesuatu yang umum. Terkadang senyuman ramah tak mudah datang seperti 
dulu.
 
 Perbedaan pada merk tas karier, merk tenda, merk sepatu, umur, lambang bendera, warna seragam dll menciptakan semacam jurang pemisah. Waktu seakan menciptakan kasta bagi pendaki gunung.
Kasta tersebut menenggelamkan keramahan yang dulunya ada. Dulu kami tak peduli tentang detail pendaki yang kami temui, tapi kami tak pernah lupa mengucapkan salam, dan sedikit senyuman ramah.
Lagi lagi rupiah masuk ke dalam dunia kami, mempertegas perbedaan yang dulu tak ada
Lagi lagi kesombongan manusia masuk ke dalam dunia kami, menghilangkan kerahaman yang dulu ada.
Kami tak peduli berapa harga tenda, tas karier, sepatu atau apapun yang kau bawa
Kami juga tak peduli seberapa besar organisasi yang menaungimu
Dari sini, kami hanya melihatmu sebagai pendaki gunung
 Terkdang kami merindukan keadaan yang dulu
 Keramahan tanpa alasan
 Kehangatan tanpa kemunafikan
Terinspirasi dari beberapa pendaki kaya yang lewat tanpa salam
 
 Salam Lestari
 
 
 
 
 
 
  
 
 
 
2 komentar:
Betul sekali, tidak seharusnya terjadi
semakin banyak orang yang mendaki gunung seharusnya semakin banyak pula jiwa jiwa pendaki gunung,, smoga tak semua gunung meninggalkan kesan itu amin
Posting Komentar